Jumat, 05 Desember 2008

PROMOSI KESEHATAN

PENGANTAR PROMOSI KESEHATAN

A. Kesehatan
Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 memberikan batasan: kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang paling baru ini, memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang terdahulu, kesehatan itu hanya mencakup tiga aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial, tetapi menurut Undang-Undang No. 23/1992, kesehatan itu mencakup 4 aspek yakni fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi.
Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki usia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau usila (usia lanjut), berlaku produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan, misalnya sekolah atau kuliah bagi anak dan remaja, dan kegiatan pelayanan sosial bagi usila. Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok, atau masyarakat. Itulah sebabnya, maka kesehatan itu bersifat holistik atau menyeluruh. Wujud atau indikator dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut.
Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak sakit. Semua organ tubuh normal dan berfungsi normal atau tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni: pikiran, emosional, dan spiritual
a. Pikiran yang sehat tercermin dari cara berpikir seseorang, yakni mampu berpikir logis (masuk akal) atau berpikir secara runtut.
b. Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir, sedih, dan sebagainya.
c. Spiritual yang sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, atau penyembahan terhadap sang pencipta alam dan seisinya (Allah Yang Maha Kuasa). Secara mudah spiritual yang sehat itu dapat dilihat dari praktik keagamaan atau kepercayaannya, serta perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma masyarakat.
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, saling menghargai dan toleransi.
Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa) dalam arti mempunyai kegiatan yang sesuatu yang dapat menyokong hidupnya atau keluarganya secara finansial. Bagi anak, remaja, dan usila dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Bagi mereka, produktif di sini diartikan mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya sekolah atau kuliah bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan pelayanan atau keagamaan bagi para usila.

B. Pola Dasar Indikator Kesehatan
Kesehatan adalah suatu hal yang kontinum, yang berada dari titik ujung sehat walafiat sampai dengan titikpangkal sakit serius. Oleh Fashel dan Bush (1970) yang mendasarkan uraiannya pada definisi Parson menjabarkan kesehatan ke dalam 11 tingkatan atau keadaan. Dari ke-11 tingkatan tersebut, mereka sekaligus mencoba membuat indikator-indikatornya sebagaimana diuraikan di bawah:
1) Well being (sehat sempurna)
Pada keadaan ini individu bebas gejala, keadaan kesehatannya sesuai dengan definisi sehat WHO, yaitu: sehat fisik, mental, sosial, dan ekonomi.
2) Dissatisfaction (kurang memuaskan)
Keadaan kesehatan individu dalam batas-batas tertentu dapat diterima, namun ada penyimpangan ringan dari keadaan well being, misal: caries dentis.
3) Discomfort (tidak nyaman)
Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan tanpa pengurangan, walaupun beberapa gejala mulai tampak.
4) Minor disability (ketidakmampuan minor)
Aktivitas sehari-sehari dapat dilaksanakan, namun berkurang secara bermakna karena adanya gangguan kesehatan.
5) Mayor disability (ketidakmampuan mayor)
Aktivitas sehari-hari masih dapat dilaksanakan, namun berkurang secara bermakna.

6) Disabled (cacat)
Individu tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-harinya, tetapi masih bisa bergerak bebas dalam masyarakat.
7) Confined (terbatas)
Individu berada di tempat tidur tetapi tidak masuk rumah sakit (dirawat).
8) Confined + bedridden (tinggal di tempat tidur)
Kemampuan kegiatan individu hanya terbatas di tempat tidurnya.
9) Isolated (terisolasi)
Individu terpisah dari sanak keluarga. dan kawan-kawan (dirawat).
10) Coma
Individu hampir mati, namun ada kemungkinan bisa sembuh dan jadi lebih sehat lagi.
11) Mati
Individu tidak mampu sama sekali.
Status fungsional oleh Bush dan kawan-kawan dititikberatkan pada 3 ciri khas dari keadaan fungsional, yaitu: penggerakan badan, mobilitas, dan aktivitas peranan utama (major role activities).
Yang terakhir ini major role activity, merupakan ciri paling khas dari definisi sosio-kultural tentang kesehatan dan penyakit, karena berhubungan erat dengan sifat-sifat sosial, sedangkan pergerakan badan dan mobilitas tidak. Indeks fungsi status dianggap sebagai ukuran sosio-kultural mengenai kesehatan/ penyakit yang tidak bisa diterima.
Indeks fungsi status terdiri dari 3 skala yang memperhitungkan :
- pergerakan badan (body movement),
- mobthtas (mobility), dan
- aktivitas peran utama (major role activity).
Tiap skala terdiri dari 4 - 5 tingkatan, misalnya skala peranan/ kegiatan yang lain, diperinci sebagai berikut:
1) Pertolongan dibutuhkan dan juga kegiatan pemeliharaan kesehatan diri.
2) Tidak ada kegiatan utama, namun ada kegiatan pemeliharaan kesehatan diri.
3) Ada kegiatan utama dengan batasan-batasannya.
4) Ada kegiatan utama tetapi terbatas pada kegiatan lain.
5) Ada kegiatan utama dan kegiatan lain.
Indeks status fungsi merupakan indikator reliabilitas validitas dan definisi sosio-kultural kesehatan.



Pendekatan Sosiologi Lain
Mechanic’s Coping Respons Teory
Teori ini dimaksudkan untuk mengatasi penyakit. Perilaku sakit bagi Mechanic’s merupakan reaksi optimal dari individu untuk penyakit. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa perilaku sakit seseorang ditentukan pertama-tama oleh sistem sosial dimana ia berada.
Menurut Mechanic’s, penerimaan perilaku sakit dan peranan si sakit merupakan proses musyawarah antara individu dan mereka yang berhubungan dengan individu tersebut. Untuk itu ia menyimpulkan adanya 10 faktor penting yang berperan dalam proses negosiasi dan evaluasi:
1. Penampilan, pengenalan atau pengertian yang paling menonjol dari gejala-gejala.
2. Berat atau ringannya gejala yang membawa keretakan pada keluarga, pekerjaan ataupun aktivitas sosial lain.
3. Dampak gejala-gejala yang membawa keretakan pada keluarga, pekerjaan ataupun aktivitas sosial lain.
4. Frekuensi gejala, yaitu frekuensi timbul kembalinya gejala.
5. Nilai ambang toleransi dari mereka yang menilai gejala-gejala.
6. Informasi, yaitu pengetahuan dan pengertian sosio-budaya yang diperoleh dari para penilai.
7. Kebutuhan, berarti yang menuju ke proses psikologi subjektif (menurut kebutuhannya sendiri).
8. Perbandingan, yaitu keperluan atau kebutuhan dibandingkan dengan reaksi penyakit (prioritas mana?).
9. Mengikutsertakan inpretasi masuk akal yang bisa menjelaskan gejala-gejala yang dikenal kembali.
10. Tersedianya fasilitas pengobatan

Model Sucham tentang Perilaku
Sucham membuat 5 tingkatan perilaku guna mencari pertolongan, yaitu:
1. Tingkat pengalaman gejala-gejala,
2. Tingkat asumsi; peranan sakit,
3. Tingkat peranan berhubungan; dengan pelayanan kesehatan,
4. Tingkat ketergantungan pasien,
5. Tingkat penyembuhan (rehabilitasi).
Menurut Sucham, tidak selalu semua tingkatan harus ada pada tiap kasus penyakit. Dalam hal ini Sucham sama dengan Mechanic, tidak semua individu sakit, tetapi secara otomatis menerima peranan sakitnya dan berbuat seperti sakit.
Kebanyakan manusia hanya berbeda pada tingkat 1 s.d. 3. Jarang ada yang menerima pelayanan kesehatan secara murah sebagai syarat terakhir.

Kesehatan Sempurna, Kesehatan Normal, dan Penyakit:
Twoddle (1974) menitikberatkan hubungan sosial budaya dalam menentukan kesehatan. Menurut pendapatnya, tidak ada seorang pun yang seratus persen sehat, dan tiap orang tidak sakit.
Jadi antara kesehatan sempurna dan kematian terletak kesehatan normal dan sakit (ill health).
Menurut Twoddle, apa yang sehat bagi seseorang bisa saja tidak sehat bagi orang lain. Ada dua hal timbul dari usaha menjelaskan kesehatan dan penyakit, yaitu:
a. Karena terpaksa membicarakan kesehatan normal dengan kesehatan sempurna, kesehatan lebih dikenal sebagai norma sosial
b. Definisi kesehatan dilihat dari sudut sosial lebih khas daripada bila dilihat dari sudut biologis.
Dari kriteria biologis, yang terpenting letaknya pada dua ujung ekstrem, yaitu kesehatan sempurna dan kematian.

C. Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan ialah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/ atau masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan kesehatan ini, baik kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat, harus diupayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat, lembaga pemerintahan, ataupun swadaya masyarakat (LSM). Upaya mewujudkan kesehatan tersebut, dapat dilihat dari dua aspek, yakni pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek, yaitu aspek kuratif (pengobatan penyakit) dan aspek rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedang peningkatan kesehatan mencakup 2 aspek, aspek preventif (pencegahan penyakit) dan aspekpromotif (peningkatan kesehatan itu sendiri). Kesehatan perlu ditingkatkan karena kesehatan itu relatif dan mempunyai bentangan yang luas. Oleh sebab itu upaya kesehatan promotif mengandung makna bahwa kesehatan seseorang, kelompok, atau individu, harus selalu diupayakan sampai tingkat yang optimal.
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, pada umunmya dibedakan menjadi tiga.
Sarana pemeliharaan kesehatan primer (primary care)
Sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit ringan. Sarana kesehatan primer ini adalah sarana yang paling dekat pada masyarakat, artinya, pelayanan kesehatan paling pertama yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya puskesmas, poliklinik, dokter praktik swasta, dan sebagainya.
Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary care)
Sarana atau pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit dari sarana pelayanan kesehatan primer. Artinya, sarana pelayanan kesehatan ini menangani kasus-kasus yang tidak atau belum bisa ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau keahliannya belum ada. Misalnya puskesmas dengan rawat inap (puskesmas pusat), rumah sakit kabupaten, rumah saint tipe D dan C, dan rumah bersalin.
Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tiga (tertiary care)
Sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh sarana-sarana pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya rumah sakit provinsi, rumah sakit tipe B atau A.
Sarana pelayanan kesehatan primer di samping mel.akukan pelayanan kuratif, juga melakukan pelayanan rehabilitatif, preventif, dan promotif. Oleh sebab itu puskesmas, dikatakan melakukan pelayanan kesehatan yang komprehensif (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif). Berdasarkan empat dimensi kesehatan yakni fisik, mental, sosial, dan ekonomi, maka pelayanan kesehatan tersebut harus juga melakukan pelayanan kesehatan fisik, mental, sosial, dan bahkan ekonomi. Dalam realisasi sosial memang keempat aspek tersebut sulit dipisahkan, oleh karena itu pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat holistik, artinya mencakup keempat jenis pelayanan tersebut.

D. Kesehatan Masyarakat
Secara umum kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yakni kesehatan individu dan kesehatan agregat (kumpulan individu) atau kesehatan masyarakat. Ilmu yang mempelajari masalah kesehatan individu ini adalah ilmu kedokteran (medicine), sedangkan ilmu yang mempelajari masalah kesehatan agregat adalah ilmu kesehatan masyarakat (public health). Perbedaan antara kedua disiplin ilmu kesehatan ini antara lain sebagai berikut.
Objek atau sasaran ilmu kedokteran adalah individu, sedangkan objek ilmu kesehatan masyarakat adalah masyarakat. Dengan perkataan lain, pasien kedokteran adalah individu yang sakit, sedangkan pasien kesehatan masyarakat adalah masyarakat, terutama yang sehat.
Kedokteran lebih memfokuskan pelayanan pada kuratif dan rehabilitatif, sedangkan kesehatan masyarakat lebih memfokuskan pelayanan pada aspek preventif dan promotif.
Keberhasilan kedokteran apabila individu sembuh dari penyakit dan pulih kesehatannya. Sedangkan keberhasilan kesehatan masyarakat adalah apabila kesejahteraan masyarakat meningkat.
Indikator kesehatan individu/ kedokteran adalah bebas dari penyakit/ tidak sakit, tidak cacat, dan produktif, sedangkan indikator kesehatan masyarakat antara lain angka kematian bayi, angka kematian karena melahirkan, mortalitas (angka kematian penduduk), morbiditas (angka kesakitan penduduk).
Dari pengalaman-pengalaman praktik kesehatan masyarakat yang telah berjalan sampai abad ke-20, Winslow (1920) seorang ahli kesehatan masyarakat, membuat batasan yang sampai sekarang masih relevan, yaitu: kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk:
1) perbaikan sanitasi lingkungan,
2) pembersihan penyakit-penyakit menular,
3) pendidikan untuk kebersihan perorangan (personal hygiene)
4) pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini serta pengobatan, dan
5) pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin agar setiap orang terpenuhi kebutuhan hidupnya yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai dua aspek teoretis (ilmu atau akademi) dan praktisi (aplikasi). Kedua aspek ini masing-masing mempunyai peran dalam kesehatan masyarakat. Secara teoretis, kesehatan masyarakat perlu didasari dan didukung dengan hasil penelitian. Artinya, dalam penyelenggaraan kesehatan masyarakat (aplikasi) harus didasari dengan temuan (evident based) dan hasil kajian ilmiah (penelitian). Sebaliknya, kesehatan masyarakat juga harus terapan (applied), artinya, hasil-studi kesehatan masyarakat harus mempunyai manfaat bagi pengembangan program kesehatan.
Dilihat dari ruang lingkup atau bidang garapannya, kesehatan masyarakat tersebut mencakup kesehatan/sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular yang tidak terlepas dari epidemiologi, pendidikan kesehatan, manajemen pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan di masyarakat, maka kesehatan masyarakat sampai dewasa ini mencakup epidemiologi dan biostatistik, sebagai “toll” analisis masalah-masalah kesehatan masyarakat. Kemudian komponen yang lain antara lain kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, gizi masyarakat, administrasi kesehatan masyarakat, pendidikan kesehatan, dan sebagainya.

E. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Kesehatan Masyarakat
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (di luar diri manusia). Faktor internal ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor, antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi 4 (Blum, 1974). Berdasarkan urutan besarnya (pengaruh) terhadap kesehatan tersebut adalah sebagai berikut:
1) lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya,
2) perilaku,
3) pelayanan kesehatan, dan
4) hereditas (keturunan).
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat hendaknya juga dialamatkan kepada empat faktor tersebut. Dengan kata lain intervensi atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni intervensi terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.
Intervensi terhadap faktor lingkungan fisik adalah dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan, dan sebagainya. Intervensi terhadap faktor pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan dan atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan intervensi terhadap faktor hereditas antara lain dengan perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu hamil. Dengan gizi yang baik ibu hamil akan menghasilkan anak yang sehat dan cerdas. Sebaliknya ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak dengan berat badan yang kurang, sakit-sakitan, dan bodoh. Di samping itu pendidikan kesehatan bagi kelompok yang mempunyai faktor risiko menurunkan penyakit tertentu.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Namun demikian, ketiga faktor yang lain (lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas) juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan. Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Lingkungan
Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang dibangun oleh instansi, baik pemerintah, swasta, maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Banyak pula proyek pengadaan sarana sanitasi lingkungan dibangun untuk masyarakat, misalnya jamban (kakus, WC) keluarga, jamban umum, MCK (sarana mandi, cuci, dan kakus), tempat sampah, dan sebagainya. Namun, karena perilaku masyarakat, sarana atau fasilitas sanitasi tersebut, kurang atau tidak dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya. Agar sarana sanitasi lingkungan tersebut dimanfaatkan dan dipelihara secara optimal, maka perlu didalam pendidikan kesehatan bagi masyarakat. Demikian pula dengan lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial banyak warga masyarakat yang menderita stres dan gangguan jiwa. Oleh karena itu baik dalam memperbaiki masalah sosial maupun dalam menangani akibat masalah sosial (stres dan gangguan jiwa), diperlukan pendidikan kesehatan.
Peran Pendidikan Kesehatan dalam Perilaku
Pendidikan kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, ke mana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit, dan sebagainya. Kesadaran masyarakat tentang kesehatan disebut “melek kesehatan” (health literacy). Lebih dari itu, pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya mencapai “melek kesehatan” pada masyarakat saja, namun yang lebih penting ialah mencapai perilaku kesehatan (healthy behaviour). Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus dikerjakan/ dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (practice). Hal ini berarti bahwa tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktikkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat, atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat (healthy life style).
Peran Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk. Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Tidak kurang dari 7.000 Puskesmas tersebar di seluruh Indonesia. Namun pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat belum optimal.
Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Hereditas
Orang tua, khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan kepada anak-anak mereka. Orang tua yang sehat dan gizinya baik akan mewariskan kesehatan yang baik pula kepada anaknya. Sebaliknya kesehatan orang tua, khususnya kesehatan ibu yang rendah dan kurang gizi, akan mewariskan kesehatan yang rendah pula kepada anaknya. Rendahnya kesehatan orang tua, terutama ibu, bukan hanya karena sosial ekonominya rendah, tetapi sering juga disebabkan karena orang tua, atau ibu tidak mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya atau tidak tahu makanan yang bergizi yang harus dimakan. Oleh karena itu pendidikan kesehatan diperlukan pada kelompok ini, agar masyarakat atau orang tua menyadari dan melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik kepada keturunan mereka.
Di samping itu, banyak penyakit yang dapat diturunkan kepada anak oleh orang tuanya, baik ayah ataupun ibu. Bagi kelompok masyarakat yang berisiko menderita penyakit turunan (misal asma, rematik, jantung koroner, dan sebagainya) harus diberikan pengertian sehubungan dengan penyakit-penyakit tersebut agar lebih berhati-hati dan mengurangi akibat serius dan penyakit tersebut.
Apabila kita cermati peran kesehatan dalam empat faktor yang mempengaruhi kesehatan tersebut, maka sebenarnya masing-masing faktor tersebut terkait dengan perilaku manusia, yakni perilaku masyarakat dalam menyikapi dan mengelola lingkungannya, perilaku masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, perilaku masyarakat dan petugas kesehatan dalam menyikapi dan mengelola fasilitas atau pelayanan kesehatan, kesadaran, dan praktik hidup sehat dalam mewariskan status kesehatan kepada anak atau keturunannya. Untuk mengondisikan faktor-faktor tersebut, diperlukan pendidikan kesehatan. Itulah sebabnya maka pendidikan kesehatan tidak terlepas dari perilaku. Pendidikan kesehatan selalu terikat dengan perilaku.

Pemeriksaan Fisik

PEMERIKSAAN FISIK
Musliha, S.Kep. Ns

Pemeriksaan fisik memerlukan keahlian khusus, yaitu : infeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Untuk menguasai keahlian tersebut, diperlukan latihan terus-menerus dalam “mengajar mata untuk melihat, jari untuk meraba dan telinga untuk mendengar.

Inspeksi
Pemeriksa melatih dirinya untuk melihat tubuh dengan menggunakan pendekatan sistematik. Sementara melakukan anamnesis, pemeriksa memperhatikan hal-hal tertentu mengenai pasiennya :
· Penampilan umum
· Keadaan gizi
· Habitus tubuh
· Simetri
· Sikap tubuh dan gaya berjalan
· Cara berbicara

Palpasi
Palpasi adalah penggunaan sensasi taktil untuk menentukan ciri-ciri suatu system organ. Misalnya : meraba arteri radialis untuk pemeriksaan tekanan darah, atau menghitung denyut nadi.

Perkusi
Perkusi berkaitan dengan sensasi taktil dan bunyi yang dihasilkan apabila suatu pukulan keras dilakukan pada suatu daerah yang diperiksa. Misalnya : perkusi bunyi pekak digaris tengah perut bawah mungkin menunjukkan kandung kemih yang terdistensi.

Auskultasi
Auskultasi mencakup mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh organ dalam. Teknik ini memberikan informasi mengenai patofisiologi suatu organ. Misalnya : mendengar suara paru dengan menggunakan stetoskop.


Hal-hal yang perlu disiapkan dalam pemeriksaan fisik :
1. Persiapan alat :
a. Stetoskop
b. Spigmomanometer
c. Oto – oftalmoskop
d. Lampu senter kecil / light tes pen
e. Palu refleks
f. Garputala
g. Peniti atau sekotak jarum
h. Pita pengukur
i. Kartu pemeriksa ketajaman visual
j. Spatula lidah, lidi kapas, sarung tangan, kassa.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air
3. Pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien, dan menggunakan tangan kanan.
4. Menjaga privacy pasien, pemeriksaan harusnya dilakukan dengan membuka daerah yang akan diperiksa saja, tanpa membuka daerah lain yang tidak perlu.
5. Tetap berkomunikasi dengan pasien
6. Pasien dengan kondisi khusus (penyakit menular : hepatitis, AIDS), perlu dipersiapkan alat tambahan seperti sarung tangan.

PEMERIKSAAN FISIK MELIPUTI ;

A. KEADAAN UMUM
Menilai keadaan sakit pasien dan hasil inspeksi umum terhadap penderita dapat dilaporkan sebagai berikut :
Pasien tampak sakit berat
Pasien tampak sakit sedang
Pasien tampak sakit ringan
Pasien tampak tidak sakit

B. MENILAI TANDA-TANDA VITAL
1. Menilai tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan / Pengukuran dan Pencatatan
· Mengukur Tekanan Darah
· Menghitung nadi
· Mengukur Suhu tubuh
· Menghitung pernafasan
· Catatan hal umum yang mencolok

C. PEMERIKSAAN SISTEMIK
1. Keadaan Rambut dan Higiene Kepala
Rambut hitam, coklat, pirang, warna perak, berbau atau warna-warni bendera yang khas untuk defisiensi vitamin A, mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum menunjukkan tingkat hygiene seseorang. Pada kulit kepala bisa ditemui lesi seperti vesicular pustule, crusta karena varicela, dermatitis, jamur atau pedagogis

2. Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi
a. Inspeksi
1) Hygiene kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang.
2) Kelainan-kelainan yang bisa nampak pada inspeksi :
Macula
Suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan kulit datar (tidak menonjol) dan ukurannya kurang dari 1 cm. misal : morbili / campak
Erytema
Suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari macula. Misal : crysipelas
Papulla
Suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya. Misalnya : gigitan nyamuk.
Vesikula
Suatu tonjolan kecil (kurang dari 1 cm) berisi cairan yang jernih. Misal : cacar air, herpes, simpleks. Jika tonjolannya besar-besar (lebih dari 1 cm) disebut bulla, misal : pada luka bakar.
Pustule
Suatu tonjolan berisi cairan nanah. Misal : impetigo, jerawat, infeksi kuman stafilokokus (bisul-bisul).
Ulkus
Suatu lesila’plit terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula atau pustule.
Crusta
Cairan tubuh yang mengering, bisa dari serum, nanah, darah dan sebagainya.
Excoriasi
Pengelupasan epidermis pada luka lecet / abrasi.
Fissura
Retak atau pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal ini diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit.
Cicatrix
Pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka. Hal ini bisa karena bakat (mempunyai kecenderungan untuk itu), ada pula yang spesifik :
§ Cicatrix bekas irisan kulit pada seorang mofinis
§ Bekas suntikan BCG
Ptechie
Adalah bercak pendarahan yang terbatas, dan terletak di epidermis kulit, berukuran kurang dari 1 cm.
Hematoma
Perdarahan dibawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar dan berwarna merah, biru, ungu sampai biru.
Naevus Pigmentosus
Andeng-andeng/tahi lalat, hiperpigmentasi pada suatu daerah kulit dengan batas tegas.
Hiperpigmentasi
Suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari kulit sekitarnya. Misal : hiperpigmentasi pada bekas luka-luka. Misal : cloasma-gravidarum : hiperpigmentasi khusus pada ibu hamil.
Vitiligo/hipopigmentasi
Daerah kulit yang tidak berpigmen/kurang pigmen daripada kulit sekitarnya. Misal : bekas luka bakar, tampak lebih putih.
Tattoo
Hiperpigmentasi buatan dengan memasukkan zat warna dengan tusukan-tusukan jarum.
Hemangioma
Suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh-pembuluh darah setempat yang biasanya conginetal.
Spider naevi
Suatu pelebaran pembuluh-pembuluh darah arteriola dikulit yang khas bentuk dan arah aliran darahnya (keluar). Misal : pada penderita Cirrhosis Hepatis.
Lichenifikasi
Penebalan epidermis dan kekakuan kulit. Hal ini bisa terjadi akibat garukan-garukan yang kronik atau tertekan terus-menerus. Misal : pada kulit diatas os coccyges yang tertekan pada seseorang yang banyak duduk.
Striae
Suatu garis-garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut wanita hamil, kulit orang-orang yang sangat gemuk (daerah gluteal, lipat bahu, ketiak, ini karena regangan kulit yang melebihi ekstisitasnya).
Mongolian spot
Suatu bercak kebiruan yang sering didapat didaerah gluteal-lumbal bayi-bayi dari ras : Oriental, Indian, Amerika, Negro.
Uremie Frost
= Bedak ureum, salju ureum dikulit merupakan kristal halus ureum yang terjadi akibat menguapnya keringat pasien uremia sehingga dikulit tertinggal “bedak” ureum.
Anemie
= Pucat, bisa dilihat pada telapak tangan, mucosa bibir, conjungtiva palpebra, warna dasar kuku karena kurangnya kadar haemoglobin (Hb).
Cyanosis
Tampak kulit berwarna kebiruan akibat jumlah Reduced Hb melebihi kadar 5g%, akibat kegagalan transport oksigen atau menumpuknya CO2 di jaringan, juga tampak pada telapak tangan, mucosa bibir warna dasar kuku. Misal : pada penyakit jantung, paru-paru, gangguan SSP, dan Hipoglikemi.
Ieterus
Warna kuning-kuning kehijauan yang bisa tampak dikulit, telapak tangan, dan selera mata karena kadar bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit hati, ieterus neonatorum fisiologik, dan ieterus neonatorum patologik. Hak ini dibedakan dengan Carotenemia ieterus :
§ Warna kuning – oranye
§ Tidak didapat pada selera mata

Palpasi
§ Pada palpasi, pertama-tama dirasakan kehangatan kulit, (dingin-hangat-demam), kemudian kelembabannya, pasien dehidrasi terasa kering dan pasien hipertyroidisme berkeringat terlalu banyak.

§ Texture kulit
Dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba kasar pada defisiensi vitamin A, hipotyroid, terlalu sering mandi, banyak ketombe atau diaper-rash (diselakangan bayi) akibat popok pada bayi.
§ Turgor
Dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke keadaan semula, menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
§ Krepitasi
Teraba ada gelembung-gelembung udara dibawah kulit akibat fraktura tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa berada dibawah kulit dada.
§ Edema
Adalah terkumpulnya cairan tubuh dijaringan tubuh lebih daripada jumlah semestinya. Misal :
- Pitting edema : bila menjadi cekung setelah penekanan pada tempat-tempat pretibial, saklrum, jari-jari, kelopak mata.
- Pada penyakit : jantung, ginjal, hipoprotenemia.
- Non pitting edema : tidak menjadi cekung setelah penekanan, pada mixedema (hipotyroid), beri-beri.

Mata
a. Palpebrae
Edema palpebrae mudah tampak, karena cairan edema mudah terkumpul dipalpebrae karena jaringan palpebrae sangat longgar, dan lebih tampak bila pasien bangun tidur atau pasien berbaring lama. Sesuai dengan hukum gravitasi : bila edema tidak menyeluruh, bisa terjadi edema palpebrae hilang / berkurang setelah pasien beraktivitas dengan posisi tegak karena kemudian cairan lebih banyak terkumpul diekstremitas bawah. Selain edema, peradangan (Blepharitis, hordeolum/bintitan) juga dapat ditemui. Kelopak mata yang selalu tertutup/tidak mampu membuka disebut PTOSIS, dan kelopak mata yang bisa menutup rapat (terus terbuka) disebut LAGOPHTHALMUS.
b. Selera dan Konjungtiva
Ieterus tampak lebih jelas diselera dibanding pada kulit. Etehnik memeriksa selera dengan 2 jari menarik palpebrae, pasien melihat kebawah. Radang pada conjungtiva bisa terjadi, baik pada conjungtiva bulbi maupun conjungtiva palpebrae. Keadaan anemic bisa diperiksa pada warna yang pucat pada conjungtiva palpabrae inferior. Pendarahan sub-conjungtival bisa juga terjadi baik pada conjungtiva palpebrae bulbi maupun palpebrae. Rembesan darah diconjungtiva palpebrae akan menimbulkan warna kebiruan diseluruh kelopak mata, disebut Black eye atau Brill hematom bila mengenai kedua mata.

c. Tekanan bola mata/tekanan intraokuler (T.I.O)
Dengan dua jari telunjuk memeriksa membandingkan T.I.O bola mata kiri dan kanan dengan cara tekanan berganti pada bola mata atas dengan kelopak mata tertutup. Keadaan normal bila kiri dan kanan sama. Kewaspadaan terhadap glaucoma umumnya pada pasien berumur 40 tahun.

d. Pupil Dan Refleks Cahaya
Pupil normal berbentuk bulat, sama besar (isokor) diameternya kira-kira 3 mm, bila disinari diameternya akan mengecil kiri dan kanan yang disebut refleks cahaya langsung dan tak langsung.

e. Visus/ ketajaman penglihatan
Visus/ketajaman penglihatan diperiksa pada setiap mata. Kiri dan kanan satu persatu, dengan menggunakan Optotype Snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari penderita. Teknik pemeriksaan : pasien diminta menyebut huruf/angka yang ditunjuk oleh pemeriksa. Kemampuan menyebut sampai deretan huruf yang mana tercantum ditepi Optotype Snellen :
· Visus mata Emetrop diberi angka 6/6
· Visus 6/60 hanya bisa menghitung jari-jari dari jarak 6 meter
· Visus 6/300 hanya bisa melihat gerak jari-jari dari jarak 6 meter
· Visus 6/tak terhingga hanya bisa melihat terang-gelap
· Mata buta/anopsia tidak bisa melihat terang sama sekali.

Hidung
Diperiksa septum hidung, ditengah atau tidak, ada benda asing, secret hidung, jernih, purulent, pendarahan, peradangan mucosa, polip. Pemeriksaan ini menggunakan speculum hidung atau pasien diminta membesarkan rongga hidungnya.

Telinga
Memeriksa canalis : bersih, berserumen atau bernanah. Sesudah canalis bersih atau dibersihkan maka membrane tympani dapat diperiksa. Membrane tympani yang butuh dengan posisi baik akan memantulkan refleks cahaya politzer pada penyinaran lampu senter. Lubang perforasi kecil bisa tampak, atau tidak tampak sama sekali karena membrane tympani sudah jebol total. Membrane tympani utuh dengan politzer negative (tidak ada) menunjukkan keadaan kedudukan berubah : cembung (ada nanah ditelinga tengah) atau cekung karena retraksi (tekanan telingan tengah lebih rendah lebih rendah dari atmosfir). Pemeriksaan fungsi pendengaran : tes Rinne, Weber, dan Schwabach, dengan menggunakan garputala.
Tes rinne
Frek. Garputala = 256 Hz
Hasil positif atau negative
Tes weber
Frek. Garputala = 512 Hz
Hasil lateralisasi ke kiri/kanan atau tidak ada lateralisasi
Tes schwabach
Frek. Garputala = 512 Hz
Hasil memendek atau sama dengan pemeriksa

Mulut, Gigi, Lidah, Tosil dan Pharyux
· Rongga mulut : diperiksa bau mulut, radang mucosa (stomatitis), dan adanya aphtae (sariawan). Labio/Palate/Gnato schizis juga dilaporkan.
· Gigi : diperiksa adanya makanan, karang gigi, carries, sisa akar gigi yang tanggal, pendarahan, abses, benda asing (gigi palsu), keadan gusi = meradang/gingivitis dan ada tidaknya radang jaringan penyangga gigi (periodontitis).
· Lidah : kotor/coated akan ditemui pada keadaan hygiene mulut yang kurang, demam thypoid, tidak suka makan, pasien koma, perhatikan pula tepi lidah yang hiperemik yang dapat ditemui pada pasien thypoid fever.
· Tonsil : tonsilla palltina berada diantara pilar Plica tonsilaris. Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
~ T 0 – bila sudah dioperasi
~ T 1 – ukuran yang normal
~ T 2 – pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
~ T 3 – pembesaran mencapai garis tengah, dan
~ T 4 – pembesaran melewati garis tengah.
Tonsil diperiksa apakah meradang atau tidak. Kadang-kadang didapati nanah melekat (GO) atau membrane putih perak melekat pada dfteria. Infeksi/ceries pada gigi seringkali menjadi focus infeksi terhadap tonsil sehingga peradangan menjadi kronik.
· Pharynx : dinding belakang oro pharynx diperiksa apakah ada peradangan, pembesaran adenoid dan lender/secret yang ada.

Leher
· Kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening dapat terjadi karena infeksi difokus lain, seperti di : pharynx, gigi, larynx, dan telinga. Infeksi toxoplamosis memberi gejala pembesaran kelenjar getah bening leher juga.

· Kelenjar thyroid
Kelenjar thyroid diperiksa mula-mula dengan inspeksi atas, bentuk, dan besarnya bila pembesarannya telah nyata. Dengan cara palpasi satu tangan dari samping atau dua tangan dari arah belakang, jari-jari meraba permukaan kelenjar dan pasien diminta menelan. Dalam keadaan normal, kelenjar tyroid tidak dapat dirasakan ada sesuatu yang dapat diraba, saat menelan kelenjar tyroid akan ikut naik turun. Hal ini memastikan bahwa yang diraba tadi adalah benar kelenjar tyroid. Palpasi tyroid dilaporkan tentang bentuknya, simetris atau tidak, diraba keras atau kristik, ataukah noduler (berbenjol). Auskultasi tyroid : bila ditemukan adanya Bruit tyroid mungkin ini suatu keganasan karena darah dan pembuluh darah bertambah banyak.

· Kaku kuduk
Setiap rangsang meningeal, baik karena peradangan maupun perdarahan Sub-arachnoid (S. S. H) menimbulkan kekakuan otot-otot leher/Spasme otot ini disebutkaku kuduk/tengkuk yang merupakan ciri atas adanya iritasi/rangsangan meningeal

Thoraks
Untuk memeriksa daerah thoras, diperlukan ingatan kembali tentang garis-garis imaginer :
· Linea mid-sternalis
· Linea sternalis
· Linea medio-clavicularis
· Linea axilaris anterior, media, dan posterior
· Linea scapularis
· Linea vertebralis
· Angulus Ludovici, Angulus Costae,dan Areus Costae.
Pemeriksaan thorax dilakukan secara berurutan meliputi : infeksi, palpasi, dan auskultasi.
a. Inspeksi
· Diamati bentuk thorax apakah biasa/normal, ataukah ada kelainan bentuk seperti : kiposis, lordosis, scoliosis, gibbus (kiposis yang ektrim).
· Bentuk yang lain : bentuk dada burung (pigeon chest) sternum menonjol, bentuk dada tukang sepatu/cekung (Funnel chest) barrel chest (besar menggembang muka belakang).
· Diamati pernapasan pasien seperti :
Terdengar stridor/inspirasi/expirasi
~ Menghitung frekuensi pernapasan yang normalnya 12 – 20x/menit dan juga perbandingan frekuensi napas dengan HR yang kira-kira = 1 : 4. napas yang lebih dari 20x/menit disebut Tachypnea. Bila kurang dari 12x/menit disebut Bradipnae.
~ Catat juga pola/irama pernapasannya, apakah teratur, periodic Cheynes Stokes, B………..Kassmaul (cepat-dalam), hiperveatilasi (hanya dalam) atau irama satu-satu pada pasien sebelum meninggal.
~ Amati juga ada tidaknya dyspnea (setiap ketidaknyamanan bernapas dalam bentuk apapun)
- tanda-tanda retraksi intereostals
- tanda-tanda retraksi supra sternal
- pernapasan cuping hidung
- dleffort inspirasi, seperti pada difteria.
- dleffort expirasi, seperti pada asma bronchiate, dan orthopnoe, lebih nyaman bernapas pada posisi duduk.
· Ada dua hal lain yang dihubungkan dengan fungsi pernapasan adalah pengamatan cyanosis disekitar bibir, mulut dan dasar kuku. Clubbing of the finger (seperti ujung pemukul genderang)
· Amati pula suara batuk yang kita dengar (produktif, kering, whooping, pendek-pendek/ dehem-dehem)

b. Palpasi
Palpasi pada dinding thorax menggunakan seluruh telapak tangan dan jari, kiri dan kanan dengan maksud meraba dan merasakan getaran dinding dada sewaktu pasien mengucapkan “tujuh puluh tujuh ….” Berulang-ulang. Getaran yang dirasakan disebut Vokal-fremitus). Umumnya pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang bergetar. Pemadatan jaringan paru (pneumonia, keganasan) akan terasa lebih bergetar pada Plcural effitson dan Peneumo thorax akan terasa lebih bergetar pada pleural effusion dan Pneumo thorax akan terasa kurang bergetar.


c. Perkusi
Perkusi dinding thorax dengan cara mengetuk dengan jari tengah-tengah kiri yang ditempelkan dengan erat didinding dada dicelah intereostal.
Penilaian suara yang ditimbulkan oleh perkusi
§ Sonor adalah suara perkusi jaringan paru yang normal
§ Redup adalah suata perkusi jaringan yang lebih padat/konsolidasi paru-paru seperti Pneumonia.
§ Pekak adalah suatu perkusi jaringan yang padat seperti pada :
§ Hypersonor/ tympani adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong seperti : daerah caverne-caverne paru, penderita asma kronik terutama dengan bentuk dada Barrel-chest akan terdengar seperti ketukan benda-benda kosong, bergema. Perkusi dilakukan dengan cara membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan thorax.

d. Auskultasi
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax dengan menggunakan stetoskop, caranya : pasien diminta bernapas cukup dalam dengan mulut terbuka dan letakkan stetoskop secara sistematik dari atas kebawah dengan membandingkan kiri-kanan.
Ada tiga suara yang didengar pada pemeriksaan auskultasi :
· Suara napas
· Suara ucapan (tujuh puluh tujuh ….)
· Suara tambahan
1) Suara napas
a) Vesicular, suara napas vesicular terdengar disemua lapangan paru yang normal. Bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari expirasi.



b) Broncho-vesicular, suara napas broncho-vesicular terdengar didaerah percabangan bronchus dan trachea. Jadi sekitar sternum dan region intercapular, nadanya sedang lebih kasar dibandingkan vesicular, inspirasi sama panjang dengan expirasi.



c) Bronchial, suara panas bronchial terdengar trachea (leher) dan supra Strenal noch. Bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek dibandingkan dengan expirasi.



Catatan :
§ Bila didapat suara broncho-vesicular atau bronchinal dilapangan paru (yang semestinya vesticular), tentu merupakan suatu kelainan.
§ Bila tidak terdengar suara sama sekali, hal ini bisa karena paru-parunya colaps/atelektasis atau pleural effusion yang banyak jumlahnya. Jumlah cairan pleura yang tidak banyak bisa menimbulkan suara vesicular yang melemah.
§ Bila terdengar suara seperti tiupan pada mulut botol, disebut suara Amforik merupakan suara resonansi dari rongga-rongga Caverne yang ada dalam paru-paru.

2) Suara Ucapan
Penderita diminta mengucapkan “tujuh puluh tujuh, …” berulang-ulang setiap sesudah inspirasi secara berbisik dengan intonasi yang sama kuat. Pemeriksaan mendengarkan dengan stetoskop secara sistematik disemua lapangan paru serta membandingkannya kiri dan kanan.
§ Suara normal : perlu mengenal atau membiasakan mendengar pada orang sehat. Intensitas dan kualitas dikiri sama dengan kanan.
§ Bronchoponi : suara terdengar jelas ucapannya dan lebih keras dibandingkan daerah sisi yang lain. Umumnya ini akibat dari adanya proses pemadatan/konsolidasi paru.
§ Pectoriloquy : suara terdengar “jauh” dan tidak jelas (=ngngrenyem). Bisa terdapat effusion atau atelektasis.
§ Egophony : suara bergema seperti seorang yang hidungnya tersumbat (= bindeng) dan terasa dekat. Suara semacam ini bisa didapat pada pemadatan paru yang disertai caverne/berongga-rongga besar.

3) Suara tambahan
Pada pernapasan normal tidak didapati suara tambahan. Suara tambahan menunjukkan ada kelainan.
Macam-macam suara tambahan :
a) Rales, bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluran-saluran halus pernapasan mengembang pada inspirasi :
§ Rales halus, terdengar ”meritik” halus pada akhir inspirasi jadi pendek
§ Rales sedang, terdengar lebih kasar dan ditengah fase akhir inspirasi.
§ Rales kasar, terdengar lebih lama, yaitu pada seluruh fase inspirasi.
Rales seringkali ditemui pada peradangan jaringan paru (Pneumoria- TBC).
b) Ronchi, ciri khas ronchi adalah nada rendah dan sangat kasar terdengar baik pada inspirasi maupun expirasi. Ciri lain ronchi adalah akan hilang bila pasien disuruh batuk. Ronchi terjadi apabila terkumpulnya cairan mucus dalam trachea atau bronchus-bronchus besar (misalnya oedem paru)
c) Wheezing, adalah bunyi musical terdengar “ngiii…ik” atau pendek ngiik. Yang bisa didapat pada fase inspirasi atau expirasi, bahkan biasanya lebih jelas pada expirasi. Wheezing terjadi karena ada exudat lengket tertiup aliran udara dan bergetar nyaring. Biasanya, didapat pada bronchitis acuta. Bila hanya terdengar pada fase expirasi, ini akibat udara melewati celah sempit bronchial.
d) Pleural Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar “kering” persis seperti suara gosokan amplas pada kayu. (Catatan : rales dan ronchi terdengar “basah” karena seperti gemericik cairan). Pleural friction-rub terjadi karena peradangan pleura, terdengar sepanjang fase pernafasan (inspirasi sepenuhnya). Paling jelas suara ini terdengar didaerah posterolateral bawah dinding thorax.

Jantung
Inspeksi
Pengamatan pertama mencari ictus cordis yaitu denyutan dinding thorax karena pukulan ventrikel kiri pada dinding thorax. Bila normal, akan berada di ICS-5 pada linea medio clavikularis kiri selebar 1 cm saja. Dengan mengetahui letak ictus, secara tidak langsung bisa diperoleh gambaran tentang ada tidaknya pembesaran jantung (pembesaran jantung ictus cordis bisa sampai pada linea axillaries anterior). Bulging precordial adalah daerah precordial yang lebih menonjol dari dinding thorax yang lain, menunjukkan kemungkinan pembesaran ventrikel kanan atau aneurysma pangkal aorta.

Palpasi
a. Pada ictus cordis, meraba ictus cordis dengan telapak jari II-III-IV (seringkali juga ictus tidak tampak namun bisa teraba). Dirasakan kekuatan pukul dan lebarnya ictus cordis yang normal tidak lebih dari 1 cm2.
Kalau terasa lebih lebar dan pukulannya kuat serta letaknya bergeser ke kiri berarti hipertropi ventrikel kiri (hipertensi yang lama)
Hitung frekuensi jantung / heart rate (HR)
Pada palpasi dihitung frekuensi jantung (HR) selama 1 menit penuh serta diamati teratur tidaknya denyut jantung. Kemudian membandingkan HR dengan frekuensi nadi yang telah kita hitung sebelumnya.

b. Memeriksa ada tidaknya Thrill, yaitu getaran ictus cordis tidak lain ini adalah murmur (auskultasi) derajat 5-6 yang karena keras/kasarnya dapat kita raba.

Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi ditentukan batas-batas jantung, karena daerah jantung terdengar pekak. Pembesaran jantung yang dapat diperiksa dengan perkusi adalah pembesaran ventrikel kanan kurang dapat ditentukan dengan perkusi karena pembesarannya lebih kearah antero posterior.

Auskultasi
Auskultasi jantung yaitu mendengar bunyi jantung dengan alat stetoskop. Untuk itu diperlukan suasana yang tenang agar bunyi jantung terdengar baik. Mula-mula gunakanlah sisi membrane dengan tekanan kuat untuk mendengar nada-nada yang lebih tinggi, kemudian sisi bell dengan tekanan ringan untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah.

a. Bunyi jantung (BJ)
BJ adalah bunyi menutupnya katup Mitral dan Trikuspidalis
BJ H adalah bunyi menutupnya katup Aorta dan Pulkuspidalis
Ada lima tempat mendengar BJ untuk empat buah katup :
Katup Aorta/A di ICS-2 linea sternalis kanan untuk BJ II-A
Katup Pulmonalis/P di ICS-2 linea sternalis kiri dan ICS-3 linea sternalis kiri untuk untuk BJ II-P
Katup Tricuspidalis/T di ICS-4 linea sternalis kiri untuk BJ I-T
Katup Mitral/M di ICS -5 linea medio-clavicularis kiri (apex) untuk BJ I-M
Pada keadaan normal BJ II (A dan P) dan BJ I (T dan M) adalah bunyi tunggal. Bila pasien disuruh inspirasi dalam, bisa terjadi bunyi terbelah (split) pada BJ II karena pada inspirasi dalam tekanan intra thorakal berkurang, darah lebih banyak ke paru-paru, artinya atrium kanan dan ventrikel kanan memompa lebih banyak darah ke paru-paru. Bila tetap terdengar split pada saat inspirasi maupun ekspirasi, ini merupakan tanda yang cukup spesifik untuk ASD atau stenosis katup P.

Bunyi jantung III/BJ III (kalau ada)
BJ III didengar didaerah M
BJ III terdengar sesudah BJ II dengan jarak cukup jauh, namun tidak melewati separuh fase diasnotic, nadanya rendah (sehingga lebih jelas dengan sisi bell). Pada anak-anak dan orang muda, bukan merupakan kelainan jantung. Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda dan gejala payah jantung lain, seperti oedem, dyspnea, BJ III merupakan tanda yang khas. Suara/irama BJ pada decompatiocordis kiri disebut Irama pacu kuda/Gallop rhythm.
Irama pacu kuda/gallop rhythm adalah BJ III timbul akibat getaran derasnya pengisian diasnotic dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang sudah membesar, darah jatah ke ruang lebar kemudian timbul getaran.

b. Fase sistolik dan fase diastolic
Fase sistolik yaitu fase antara BJ I dan BJ II
Fase diastolic yaitu fase antara BJ II dan BJ I berikutnya
Fase diasnotic lebih lebar/lama dari pada fase sistolik dengarkan baik-baik apakah didapat suara-suara tambahan pada fase sistolik, fase diasnotic atau kedua-duanya. Suara tambahan ini disebut Bising Jantung = Murmur ( )

c. Bising Jantung/Murmur ( )
Murmur adalah fibrasi/getaran yang terjadi didalam jantung atau pembuluh darah besar yang diakibatkan oleh bertambahnya arus turbulensi darah. Arus darah yang normal adalah stream line.






Bila darah melewati celah yang sempit terjadilah arus turbulensi, hal inilah yang menimbulkan bising.






Bila didengar murmur harus dikaji lebih lanjut tentang :
1. Tempatnya (M.T.P) dan perjalannya/menjalar atau tidak menjalar
2. terjadinya pada fase atau diasnotic
3. derajatnya
4. tinggi rendahnya nada
5. kualitasnya

Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen kita harus mengingat pembagian daerah abdomen menurut :
· 9 Regio - Epigastrica
- Hipocondrica
- Umbilicalis
- Lumbalis kiri – kanan
- Hipogastriea
- Iliaca (=inguinal kiri-kanan)

· 4 Kwadran - Kwadran kanan atas
- Kwadran kiri atas
- Kwadran kanan bawah
- Kwadran kiri bawah
Khusus pemeriksaan abdomen urutannya adalah inspeksi, auskultasi, barulah palpasi dan perkusi, karena palpasi dan perkusi bisa menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas peristaltic usus sebelum diperiksa.

Inspeksi
1. Pada inspeksi perlu disimak abdomen membusung/membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol (flank) atau tidak, umbicilus menonjol atau tidak.
2. Amati bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena dikulit abdomen. Aliran normal pembuluh darah kulit abdomen berasal dari pertengahan abdomen, ada yang menuju atas, ada yang menuju bawah, dan tidak terlalu menonjol.
3. Inspeksi juga mengamati apakah didaerah abdomen tampak benjolan-benjolan/masa. Laporkan dalam bentuk dan letaknya.

Auskultasi
Segera dilakukan sesudah inspeksi, stetoskop diletakkan didaerah epigastrium dan 4 kwardan abdomen.
Suara peristaltic usus terdengar normal antar 5 – 35 kali per menit. Bila bunyi peristaltic keras dan panjang maka disebut Borborygmi, hal ini ditemui pada gastroenteristis atau obstruksi usus. Peristaltic yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak terdengar bunyi peristaltic sama sekali baru dikatakan peristaltic negative/tidak ada (para pasien post operasi).

Palpasi
Sebelum anda lakukan palpasi, bertanyalah apakah ada bagian perut pasien yang terasa nyeri (spontan) tanpa palpasi, sebab bila pasien menyatakan ada, daerah tersebut harus dipalpasi terakhir. Palpasi abdomen dimulai dengan palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mencari tanda nyeri umum (peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari dengan perabaan ada/tidaknya masa/benjolan (tumor, faeces). Periksa juga turgor kulit perut untuk menilai hidrasi pasien. Sesudah itu periksalah dengan tekanan pada region Iliaca (Adnexitis, KET), barulah kita secara khusus melakukan palpasi hepar dan lien.
· Palpasi Hepar
Tehnik palpasi hepar dengan telapak tangan dan jari kanan dimulia dari kwadran kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama napas dan gembungan perut, dan berupayalah merasakan sentuhan tepi hepar pada tepi jari telunjuk. Pembesaran hepar menuju arah inferior. Pada keadaan normal hepar berada dibelakang arcus-costa sehingga tidak teraba.
Apabila hepar dapat diraba, dibuat deskripsi sebagai berikut :
1. Ukuran hepar dari tepi bawah arcus costa (dalam cm atau lebar jari)
2. Perabaan keras, lunak atau biasa
3. Tepi hepar : tajam atau tumpul
4. Permukaan rata atau berbenjol-benjol
5. Nyeri tekan atau tidak.

Hepar membesar pada keadaan-keadaan :
§ Bendungan karena dekomp cordis
§ Malnutrisi
§ Gangguan fungsi hati hati/radang hati (hepatitis, Thypoid fever, malaria, dengue, tumor hepar dan sebagainya)
§ Hepar yang teraba 1 jari pada bayi dan anak-anak merupakan keadaan yang sering ditemui, hal ini bukan berarti suatu pembesaran hepar.

· Palpasi Lien
Teknik palpasi lien dengan cara bi-manual (=2 tangan), jari-jari tangan kiri mengangkat dengan cara mengait dinding perut kiri atas arah belakang, sedangkan jari-jari tangan kanan berupaya meraba lien dari arah depan abdomen kiri atas, mencari/meraba lien yang ditandai dengan adanya incissura linalis. Pembesaran lien mengikuti arah garis yang melewati umbilicus menuju kwadran kanan bawah abdomen. Lien membesar didapat pada Thypoid fever. Dengue fever, Leucemia, dan lain sebagainya. Harus hati-hati melakukan palpasi pada lien yang membesar karena mengakibatkan rupture lien.

· Palpasi titik Me Burney
Titik Me Burney berada pada batas sepertiga luar dan dua pertiga dalam dari garis imaginer yang menghubungkan umbicilus dengan SIAS kanan. Pada radang akut Appendix akan didapat nyeri tekan dan nyeri lepas, yaitu rasa nyeri timbul saat daerah ini ditekan maupun dengan mendadak dilepaskan.


Perkusi
Perkusi dilakukan dengan cara yang sama seperti perkusi thorax. Suara perkusi abdomen yang normal adalah tympani. Masa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, ascites, vesika urinaria, masa tumor). Perkusi dilakukan pada semua kwadran.
Pada pemeriksaan penderita ascites : cairan dalam rongga perut berada dibawah, perkusi dimulai dari tengah abdomen dengan posisi pasien terlentang, menyusuri dinding abdomen, terus ke lateral abdomen. Perubahan suara dari tympani menjadi pekak merupakan batas cairan ascites yang ada. Kemudian pasien dipindah posisi berbaring miring. Maka daerah lateral abdomen yang semula pekak setelah berada diatas akan menjadi tympani karena cairan berpindah, sebaliknya daerah umbilicus menjadi pekak, hal ini disebut shifting dullness. Perkusi ginjal dilakukan didinding abdomen belakang pada costo-vertebral. Dengan diatasi telapak tangan kiri, kita lakukan perkusi dengan sisi ulnar kepalan tangan kanan. Pada peradangan/infeksi saluran kemih akan didapat tanda nyeri pada perkusi.

Kelenjar limfe inguinal, Genetalia dan anus
a. Kelenjar limfe inguinal diperiksa dengan palpasi, teraba membesar, nyeri tekan atau tidak, pembesaran dan nyeri merupakan petunjuk adanya infeksi dari daerah tungkai, kelamin, atau metastase tumor testis/prostate.

b. Pemeriksaan genetalia externa
Pria :
§ Diperiksa apakah kulit sekitar kelamin mengalami infeksi/jamur/kutu (pediculosispubis)
§ Testis kiri kanan, ada/tidak, hidrocele, radang (orchitis)
§ Mulut uretra; discharge nanah (GO)
§ Ulcus dicorona glandis
§ Phymosis (preptium tidak bisa ditarik)
§ Lesi herpes, condyloma acuminate
§ Keganasan, dsb

Wanita :
Bila tersedia, pemeriksaan sebaiknya dilakukan diatas meja ginekolog, bila tidak lakukan dengan posisi anatomi. Amati vulva secara keseluruhan adakah prolapsus uteri, amati secret vaginal :
§ Normal-jernih-tidak gatal
§ Lochea rubra sampai 3 hari post partum
§ Lochea alba – 9 hari post partum
§ Coklat : mungkin monilia/candida
§ Putih mucoid : infeksi stafilokokus
§ Streptokokus
§ Putih berbusa : trichomonas vaginalis
§ Kuning kehijauan, lengket : GO

c. Pemeriksaan anus
Anus diperiksa bersamaan dengan genetalia pada wanita. Pada pasien laki-laki, posisi pasien berbaring miring dengan lulut terlipat menempel diperut/dada.
Diperiksa adanya : haemoroid externa, fissure, fistula, tanda keganasan

Lengan dan Tungkai
a. Pemeriksaan oedema
Edema biasa terjadi didaerah pretibia, mallcolus, dorsum pedis, jari-jari. Selain itu edema juga bisa terjadi di palpabrae atau didaerah tulang sacrum, terlebih pada pasien yang berbaring lama. Edema diperiksa dengan menekankan jari dipermukaan kulit dan kecekungan yang terjadi akan tidak segera hilang (pitting edema). Hal ini terjadi karena terkumpulnya cairan dijaringan extraseluler lebih banyak dari biasanya (decomp cordis, nefrotik).

b. Menilai rentang gerak (ROM = Range of Motion)
Diperiksa simetrisitas lengan dan tungkai, panjang dan besarnya dibandingkan antara sisi kiri dan kanan. Keadaan ini patogenik seperti : polio, fraktur tulang dan kelumpuhan. Gerakan pasif ke berbagai arah dinilai apakah mengalami hambatan/keterbatasan gerak yang mungkin akibat dari kelainan sendi atau jaringan disekitar sendi. Untuk lebih jelasnya penilaian rentang gerak dapat dilihat pada lampiran.

c. Uji kekuatan otot
Diawali dengan memeriksa Tonus Otot (ketegangan otot). Trofi otot (ukuran otot) dengan cara inspeksi palpasi. Bandingkan antara kiri dan kanan.
Kekuatan otot dinilai dengan angka nol sampai lima :
0
Otot sama sekali tidak mampu bergerak tampak berkontraksipun tidak,bila lengan/tungkai dilepaskan akan jatuh 100% pasif.
1
Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh.
2
Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi saja, tapi dengan sentuhan akan jatuh.
3
Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan tekanan/mendorong dari pemeriksa.
4
Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain
5
Kekuatan utuh

d. Menilai refleks-refleks disiologik
Refleks fifiologik diperiksa pada ketukan tendon yang akan dijawab dengan kontraksi otot. Diperiksa refleks tendon : biceps, patella, achiles. Untuk lebih jelas lihat gambar pada lampiran.




e. Mencari refleks patologik
Refleks patoligik Babinsky normal tidak ditemui. Caranya : dengan menggoreskan benda berujung tumpul pada telapak kaki. (lihat gambar pada lampiran).
§ Babinsky positif bila ibu jari kaki dan jari-jari kaki lainnya mengalami dorsofleksi (ini artinya patologis).
§ Babinsky negative bila ibu jari kaki dan jari-jari kaki lainnya mengalami plantarfleksi (ini artinya fisiologis atau normal).

f. Mencari tanda khusus
§ Clubbing of the finger, ujung jari seperti tongkat genderang (pada penyakit jantung bawaan, kronik, TBC). Terjadi pada semua keadaan dimana jaringan kekurangan oksigen secara menahun/lama.
§ Spider naevi, pelebaran arteriola pada pasien cirosis hepatic yang sudah lanjut.
§ Uremic frost, didapat pada pasien uremia, setelah keringat yang mengandung ureum menguap, tertinggal “bedak” ureum. Pemeriksaan dengan perabaan dan bukan saat pasien baru saja dimandikan.

Payudara pada pasien wanita
Inspeksi
Periksalah apakah tampak retraksi kulit daerah mamae akibat tarikan ligamentum cowperi seperti kulit jeruk (peau de’ orange). Adakah discharge berbau dari puting susu, ulkus, bayangan benjolan yang tampak sehingga tidak simetris bentuknya.

Palpasi
Lengan kanan pasien ditopang dengan kiri pemeriksa, tangan kanan pemeriksa melakukan palpasi pada setiap kwadrat mamae pasien dan fossa axilarisnya. Hal-hal yang perlu diperiksa adalah :
§ Ukuran massa, diuraikan dalam centimeter, dan posisinya dicatat (ekor, atas luar, atas dalam, bawah luar, bawah dalam)

§ Bentuk massa
§ Delimitasi, apakah mempunyai tepi yang jelas, seperti pada kista? Atau difus seperti pada karsinoma?
§ Kosistensi, karsinoma sekeras batu, kista lebih elastis
§ Mobilitas lesi. Apakah lesi itu dapat digerakkan dengan bebas, sedangkan karsinoma biasanya biasanya melekat pada kulit, otot dibawahnya atau dinding dada.

Columna Vertebralis
Pasien pada posisi duduk, membelakangi pemeriksa
Inspeksi
Amati bentuk dan susunan Columna Vertebralis akan adanya kelainan-kelainan seperti scoliosis, kyposis, gibbas, meningocele, spina bivida.

Palpasi
Tekanlah prosesus spinosus dari cervical sampai lumbo sacral mencari tanda nyeri yang mungkin didapat, seperti pada pasien HNP.

Uji Saraf Cranial
Uji saraf cranial sudah merupakan pemeriksaan khusus neurologik yang rutin bagi pasien penyakit saraf.

Nervus I
Olfactorius-penghidu
Fungsi penghidu diperiksa dengan bau-bauan seperti terasi, tembakau, wangi-wangian, dengan mata tertutup pasien diminta untuk menyebutkan aroma apa yang dicium.
Nervus II
Opticus-penglihatan
Diperiksa dengan pemeriksaan visus terhadap setiap mata. Digunakan kartu Snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien. Visus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada.
Nervus III
Okulomotorius
Diperiksa dengan meminta pasien membuka dan menutup kelopak mata, memeriksa refleks pupil terhadap cahaya, refleks akomodasi dan diameter pupil.
Nervus IV
Troclearis
Diperiksa dengan meminta pasien menggerakkan bola mata kearah atas dan bawah.

Nervus V
Trigeminus
Diperiksa dengan meminta pasien membuka dan menutup rahang, menggerakkan rahang lateral, memeriksa refleks, cornea, sensori wajah dengan memberi rangsang nyeri (jarum), suhu (panas atau dingin), texture (kain, kertas, wool).
Nervus VI
Abducens
Diperiksa dengan meminta pasien untuk menggerakkan bola mata kearah lateral.
Nervus VII
Fasialis
Diperiksa dengan meminta pasien untuk menggerakkan otot-otot wajahnya, dan memberi rangsang rasa pada 2/3 lidah anterior (asam, manis, asin) dan minta pasien untuk menyebutkan dengan mata tertutup.
Nervus VIII
Vestibulokoklearis
Fungsi keseimbangan dengan tes Romberg; penderita berdiri tegak dengan mata tertutup, bila pasien terhuyung-huyung dan jatuh artinya keseimbangan tidak baik (tes Romberg positif). Keseimbangan juga diperiksa dengan berdiri satu tumit atau berjalan pada garis lurus.
Pemeriksa pendengaran :

Test Rinne (garputala 256 Hz) :
Penala digetarkan, tangkainya ditempelkan pada poros. Mastoidens, saat suara tidak terdengar pindahkan pada muka liang telinga, bila suara masih terdengar berarti Rinne (+). Rinne positif bisa berarti tuli perseptif, sedangkan tuli konduktif memberi hasil Rinne (-).

Test Weber (garputala 512 Hz)
Penala digetarkan tangkainya ditempelkan pada garis tengah kepala. Pasien diminta menyebutkan sisi telinga mata yang lebih keras mendengar. Jawaban bias salah satu terdengar lebih keras atau sama keras. Satu sisi lebih keras disebut lateralisasi ke kiri atau ke kana. Bila lebih keras dikiri bisa berarti 2 hal :
§ Telinga kiri tuli konduktif
§ Telinga tuli perseptif


Sama keras bisa pula berarti 3 hal :
§ Kedua telinga normal
§ Kedua telinga tuli konduktif
§ Kedua telinga tuli perseptif
Test Schwabach
Maksud pemeriksaan ini adalah membandingkan hantaran suara antara pemeriksa dengan pasien. Syarat pemeriksa pendengarannya normal. Setelah penala digetarkan, ditempelkan pada poros. Martoideus pasien, segera saat tidak terdengar suara pasien memberi tanda. Lalu segera pindahkan penala ke poros. Martoideus pemeriksa, bila masih terdengar, dikatakan scwabach pasien memendek (lebih pendek dari pendengaran pemeriksa). Bila urutan pemeriksaan dibalik hasilnya tetap memendek, berarti ada gangguan pada system cochlea pasien (tuli perseptif).

Nervus IX & X Glosopharygeus dan Vagus
Diperiksa letak uvula, ditengah atau deviasi serta kemampuan menelan pasien.

Nervus XI Accessorius
Diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan dan gerakan kepala ke kiri dan kanan.

Nervus XII Hipoglosus
Diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus, gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.